KATA
PENGANTAR
Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh dan salam sejahtera untuk kita semua, semoga apa
yang kita lakukan pada kesempatan kali ini bernilai ibadah disisi Allah swt.
Salawat dan salam kita
kirimkan atas junjungan Nabi Muhammad saw yang telah membawa perubahan dari
dunia kegelapan menjadi dunia yang terang bercahaya.
Makalah ini
yang
disusun berdasarkan dalam mata Kuliah “Manajemen publik relation” dengan
mengkaji berbagai jenis literatur yang terkait dengan pengkajian unsur dan objek dakwah,
Semoga makalah ini bisa bermanfaat untuk kita semua, terutama kepada
pemakalah. Namun pemakalah menyadari bahwa karya ini masih sangat jauh dari
kesempurnaan, olehnya itu, jika terdapat hal-hal yang dianggap kurang atau
keliru dalam hal penulisan ataupun penyampaian lisan, maka penyusun makalah
tidak menutup diri untuk menerima saran ataupun kritik yang sifatnya membangun
untuk perbaikan tugas-tugas selanjutnya.
Akhirnya penyusun mengucapkan terima kasih
Wassalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Bismillahirrahmanirrahim.
Makassar,
7 Juli 2012
Pemakalah,
awal alyuhian
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ………………………………………………………………
i
KATA PENGANTAR
……………………………………………………………. ii
DAFTAR ISI
……………………………………………………………………... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang.................................................. 1
1.2. Rumusan masalah.......................................2
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Objek Dakwah
............................
3
2.2. Fungsi Dari Objek Dakwah............
3
2.3.pengertian unsur dakwah..............................
3
2.4. Rumusan Unsur Dakwah................................ 4
2.5. tujuan objek dan unsur dakwah................................................... 5
BAB III PENUTUP
3.1 kesimpulan ............................
8
3.2 saran ................................ 8
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Dakwah adalah bagian penting dalam
islam, sehingga sering dikatakan bahwa islam adalah agama dakwah. Melalui
dakwah itulah ajaran islam bisa tersebar luas ke seluruh penjuru dunia. Melalui
dakwah pula, ajaran islam diamalkan para pemeluknya sehingga tercemin dalam
kehidupan pribadi, keluarga dan masyarakat . Itulah kenapa, di dalam iterature
al-Qur’an sendiri banyak dalil-dalil yang berbicara dan mengatur tentang apa
dan bagaimana berdakwah. Salah satu perintah Allah untuk berdakwah dalam
Al-Quran ialah :
وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ
إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ
وَأُوْلَـئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Yang artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan
umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah
dari yang munkar ; merekalah orang-orang yang beruntung.”
Keberhasilan dakwah akan sangat
bergantung kepada bagaimana da’I tersebut berdakwah. Tidak hanya penguasaan
materi yang mumpuni, kemampuan dai dalam mengenal dan memahami ilmu dakwah pun
sangat berpengaruh terhadap keberhasilan dakwah itu sendiri. Dalam makalah ini
dijelaskan secara sederhana tentang Obyek atau Sasaran Dakwah.Semoga bisa
bermanfaat untuk anda semua.
B.
Rumusan Masalah
1. Obyek Dakwah ?
2. Tujuan Objek
Dakwah
3. Unsur-Unsur
Dakwah
4. Tujuan
Unsur-Unsur Dakwah
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Objek Dakwah
Ditinjau dari segi etimologi obyek
Dakwah atau Mad’u مدعوadalah bahasa arab yang merupakan
isim maful yang berasal dari fiil madi yaitu دعىmenyeruh, dalam Ensiklopedia
Islam diartikan sebagai “ajakan kepada Islam[1][1], sedangkan menurut Wahidin saputra
bahwa Mad’u ialah orang atau kelompok yang lazim disebut dengan jamaah yang
sedang menuntut ajaran agama dari seorang da’i, baik itu Mad’u orang dekat atau
jauh, Muslim atau non-muslim,laki-laki ataupun perempuan. Seorang da’i akan
menjadikan mad’u sebagai objek bagi transformasi keilmuan yang dimilikinya.[2][2]maka dari sini penulis mencoba
mendefeniskan kata مدعوyaitu orang yang menjadi sasaran ajakan kepada
islam yang hakiki.
B. Objek Dakwah
Ada banyak Ulama yang menjelaskan
tentang sasaran atau orang-orang yang perlu di dakwahi namun penulis mencoba
mengambil beberapa pendapat yang di anggap penting dan utama dalam makala ini :
Menurut Muhamkmad Abu Fath
Al-Bayanun Dakwah itu ditujukan untuk orang
kafir agar masuk islam, juga di tujukan kepada muslim untuk memperbaiki
keislaman mereka serta meningkatkan keimanan mereka. Kalau orang-orang kafir di
seru itu terdiri dari berbagai macam jenis dan modelnya, demikina juga objek
dakwah dari kalangan muslimin pun bermacam-macam.
Al-Quran telah mengisyaratkan bahwa
muslimin itu terbagi menjadi tiga macam. Allah ta’ala berfirman :
ثُمَّ أَوْرَثْنَا الْكِتَابَ الَّذِينَ اصْطَفَيْنَا
مِنْ عِبَادِنَا فَمِنْهُمْ ظَالِمٌ لِنَفْسِهِ وَمِنْهُمْ مُقْتَصِدٌ وَمِنْهُمْ
سَابِقٌ بِالْخَيْرَاتِ بِإِذْنِ اللَّهِ ذَلِكَ هُوَ الْفَضْلُ الْكَبِيرُ
“kemudian kami mewariskan kitab
itu kepada orang-orang yang kami pilih di antara hamba-hamba kami. Maka di
natara mereka sendiri dan dikalangan mereka pun ada orang yang sedang-sedang da
nada pula di antara mereka yang lebi dulu berbuat kebaikan dengan izin Allah,
yang demikian itu adalah karunia yang amat besar.”[3][3]
Dari sini kita tahu, dalam konsep
dakwah kelompok-kelompok ini tidak dapat diperlakukan sama, akan tetapi dakwa
pada tiap-tiap kelopmpok ini modelnnya sangat tergantung pada keadaannya dan
tanggapannya untuk menerima dan memegang teguh kebenaran.
Maka orang yang telah terlebi dahulu
berbuat kebaikan di ajak untuk memperbanyak kebaikannya merealisasiakan
ketakwaannya. Ini merupakan medan luas yang tiada habisnya sebagaimana firman
Allah
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ
تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman
!bertakwalah kalian kepada Allah dengan sebenar-benar ketakwaan. Dan janganlah
kalian mati kecuali kalian dalam keadaan menyerahakan diri[4][4].”
Sebagaiman orang yang berbuat zalim
itu di ajak untuk kembali dari kebodohan dan kedurhakaannya, untuk menghindari
segala macam kemaksiatan, dan kembali berpegang teguh dengan perintah dan hukum
Allah sebagai wujud taubat dari kezalimannya.
Sedangkan kelompok yang ketiga
(yaitu orang yang sedang-sedang)di seru untuk berketetapan hati taat dan
menjauhi kemaksiatan, sebagaimana diserukan untuk meningkatkan kondisinya
mnejadi orang-orang yang bertakwa. Berlombah kepada kebaikan.
قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى
أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ
الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
“Katakanlah hai Muhammad, Wahai
hamba-hambaku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu
berputus asa dari rahmat Allah, sesungguhnya Dialah yang maha pengampun lagi
maha penyayang,”
Sebagaimana pula orang-orang muslim
yang tersesat, yakni orang-orang yang terjebak dengan segala macam kesesatan
akidah itu diseru dengan memperbaiki akidah-akidah mereka dan kembali dari
kesesatannya, sebelum nantinya dilanjutkan dengan hukum-hukum pidana, sehingga
akidah mereka benar dan segalah bentuk keraguan yang ada pada mereka akan
sirna. Maka apabila merka suda berketetapan hati kepada kebenaran dan petunjuk,
maka mereka termasuk salah satu dari tiga bagian tersebut diatas dan
mendapatkan perlakuan sebagaimana kelompoknya.[5][5]
Sedangkan menurut Wahidin Saputra
sasaran dakwah meliputi masyarakat dilihat dari berbagai segi :
1.
sasaran yang menyangkut kelompok
masyarakat dilihat dari segi sosiologis berupa masyarakat terasing pedesaan,
kota besar dan kecil serta masyarakat di daerah marginal dari kota besar.
2.
Sasaran yang menyangkut golongan
masyarakat dilihat dari sudut struktur kelembagaan berupa masyarakat,
pemerintahan dan keluarga.
3.
Sasaran yang berupa kelompok dilihat
dari segi social kultural berupa golongan priyayi, abangan dan santri.
Klasifikasi terletak dalam masyarakat jawa.
4.
Sasaran yang berhubungan dengan
masyarakat dilihat dari segi tingkat usia, berupa dorongan anak-anak, remaja,
dan orang tua.
5.
Sasaran yang berhubungan dengan
golongan masyarakat dilihat dari segi okupasional (profesi atau pekerjaan )
berupa golongan petani, pedagang, seniman, buruh, pegawai, negeri.
6.
Sasaran yang menyangkut golongan
masyarakat dilihat dari segi tingkat hidup social ekonomi berupa golongan orang
kaya, menengah, dan miskin.
7.
Sasaran yang menyangkut
kelompok masyarakat dilihat dari jenis
kelamin berupa golongan pria dan Wanita.
8.
Sasaran yang berubungan dengan
golongan dilihat dari segi khusus berupa golongan masyarakat tuna susila, tuna
wisma, tuna karya, narapidana.
Made’u adalah objek dakwah bagi
seorang da’i yang bersifat individual, kolektif, atau masyarakat umum.
Masyarakat sebagai objek dakwah atau sasaran dakwah merupakan salah satu unsur
yang penting dalam sistem dakwah yang tidak kalah peranannya dibandingkan
dengan unsur unsur dakwah yang lain oleh sebab itu masalah masyarakat ini
seharusnya di pelajari dengan sebaik-baiknya sebelum melangkah ke aktivitas
dakwah yang sebenarnya. Maka dari itu sebagai bekal dakwah dari seorang da’i
atau muballig hendaknya memperlengkapi dirinya dengan beberapa pengetahuan dan
pengalaman yang erat hubungannya dengan masalah masyarakat.[6][6]
Para Da'i tidak cukup hanya
mengetahui objek dakwah secara umum dan secara khusus tersebut, tetapi yang
lebih penting lagi yang harus diketahui adalah hakikat objek dakwah atau
sasaran dakwah itu sendiri.Adapun hakikat objek dakwah adalah seluruh dimensi
problematika hidup objek dakwah, baik problem yang berhubungan dengan aqidah,
ibadah, akhlaq, mu'amalah, pendidikan, sosial, ekonomi, politik, budaya, dll.[7][7]
C.
Unsur-unsur
Dakwah
Dengan
merujuk kepada surat al-Nahl ayat 125 sebagaimana disebutkan dalam ayat itu,
yaitu :”serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran
yang baik. Sesungguhnya Tuhan-mu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa
yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang yang
mendapat petunjuk”, dapat dirumuskan unsur-unsur dakwah[1]
yaitu :
1.
Da’i
Da’i
adalah setiap orang yang hendak menyampaikan, mengajak orang ke jalan Allah[2].
Setiap orang yang menjalankan aktifitas dakwah, hendaknya memilih kepribadian
yang baik sebagai seorang da’i, menurut Prof. DR. Hamka “ jayanya atau
suksesnya suatu dakwah memang sangat bergantung kepada pribadi atau pembawa
dakwah itu sendiri, yang sekarang lebih populer disebut da’i”. kepribadian
disini meliputi kepribadian yang bersifat jasmanai dan rohani meliputi :
2.
Sikap
Seorang Da’i
·
Berakhlak
mulia
Berbudi pekerti yang
baik (akhlaqul karimah) sangat mutlak yang harus dimiliki oleh seorang da’I .
Bahkan prof. DR. hamka pernah mengatakan bahwa “alat dakwah yang sangat utama
ialah akhlak”.
Hing ngarsa asung
tuladha, hing madya mangun karsa, tutwuri handayani.
Pendapat Ki Hajar
Dewantoro Bapak Pendidikan Indonesia itu harus pula dimiliki seorang da’I.Hing
ngarsa asung tuladha; artinya seorang Da’i yang merupakan orang terkemuka di
tengah-tengah masyarakat haruslah dapat menjadi tauladan yang baik bagi
masyarakat. Hing madya mangun karsa; artinya bila di tengah-tengah massa,
hendaknya dapat memberikan semangat, agar mereka senantiasa mengerjakan,
mengikuti segala ajakannya. Selanjutnya tutwuri handayani; artinya bila
bertempat di belakang, mengikutinya, dengan memberi bimbingan-bimbingan agar
lebih meningkatkan amalannya.
·
Disiplin
dan bijakasana
Disiplin dalam artian
luas sangat diperlukan oleh seorang da’I dalam mengemban tugasnya sebagai
muballigh.Begitupun bijaksana dalam menjalankan tugasnya sangat berperan di
dalam mencapai keberhasilan dakwah.
·
Wira’i
dan berwibawa
Sikap yang wira’I
menjauhkan perbuatan-perbuatan yang kurang berguna dan mengindahkan amal
shaleh, salah satu hal yang dapat menimbulkan kewibawaan seorang da’i.sebab
kewibawaan merupakan faktor yang mempengaruhi seseorang akan percaya menerima
ajakannya.
·
Tanggung
jawab
Tanggung jawab
merupakan hal penting yang harus dimiliki seorang da’I, tanggung jawab disini
maksudnya pesan yang disampaikan da’I tersbut dapat di uji kebenarannya.
·
Berpandangan
luas
Seorang da’I dalam
menentukan starategi dakwahnya sangat memerlukan pandangan yang jauh, tidak
fanatik terhadap satu golongan saja dan waspada dalam menjalankan tugasnya.
·
Berpengetahuan
Yang Cukup.
Beberapa pengetahuan,
kecakapan, keterampilan tentang dakwah sangat menentukan corak strategi
dakwah.Seorang da’I dalam kepribadiannya harus pula dilengkapi dengan ilmu
pengetahuan, agar pekerjaannya mencapai hasil yang efektif dan efisien.
3.
Pesan
Pesan dakwah ini dalam
al-Qur’an diungkapkan beraneka ragam yang menunjukan fungsi kandungan
ajaran-Nya, melalui penyampaian pesan-pesan Islam, manusia akan dibebaskan dari
segala macam bentuk kehkufuran dan kemusrikan. Inti agama Islam yang telah
disepakati oleh para ulama, sarjana, dan pemeluknya sendiri adalah tauhid[4].
Sehingga sering dikatakan bahwa agama Islam adalah agama tauhid. Dan yang
membedakan Islam dengan agama lainnya adalah monoteisme atau tauhid yang murni,
yang tidak dapat dicampuri segala bentuk syirik[5].
Dan inilah yang melebihkan agama Islam diatas agama lain.
4.
Uslub/Metode
Secara etimologi,
istilah metode berasal dari bahasa yunani, yakni dari kata “metodos” yang
berarti cara atau jalan. Sedangkan pengertian menurut terminologi adalah suatu
cara atau jalan yang ditempuh untuk mencapai suatu tujuan dengan hasil yang
efektif dan efisien. Dengan demikian metode dakwah dapat diartikan sebagai
suatu cara atau jalan yang ditempuh/ diterapkan oleh seorang da’I dalam
menjalankan aktivitas dakwahnya agar tercapai apa yang menjadi tujuan dakwahnya
dengan efektif dan efisien.
5.
Media
Jika metode merupakan
mesian dan pengemudi dari sebuah kendaraan dalam perjalanan dakwah menuju suatu
tujuan yang ditetapkan, maka media merupakan kendaraan itu sendiri, tanpa
instrument yang dimiliki oleh da’I, perjalanan dakwah tidak akan berjalan.
Instrumen yang
berfungsi sebagai media itu, dalam diri da’I adalah seluruh dirinya sendiri.
Sedangkan yang diluar diri da’I adalah media cetak, elektronik , dan benda
lainnya.
6.
Mad’u
Salah satu unsur dakwah
yangf satu lagi adalah mad’u, apabila hubungan baik terjalin antara da’I dan
mad’u semakin meningkat.Kedekatan hubungan ini boleh terjadi secara alamiah
terbentuknya karena bertemunya kedua unsur yang saling membutuhkan dan saling
mendukung, tapi bisa juga dari hasil buah kerja dakwah yang efektif.
Hubungan baik antara
da’I dan mad’u bisa menimbulkan mad’u yang secara penih mengerti akan pesan
yang disampikan oelh da’I, ini menunjukan suatu terjalinya hubungan yang baik.
BAB III
PENUTUP
E. Kesimpulan
Uraian-uraian diatas
memberikan kita kejelasan bahwa dalam melaksanakan atau mengemban tugas yang
mulia ini tidaklah semudah yang kita bayangkan agar dakwah
secara maksimal tercapai.
Terdapat lima unsur dakwah yang harus
dipenuhi yaitu : da’I, pesan, metode, media, dan mad’u. unsur itu jarus
dipenuhi karena untuk tercapainya dakwah yang diharapkan oleh kita menjadi
tercapai
Dari
penjelasan di atas maka penulis dapat simpulkan mad’u adalah isim maful yang
bentuk fiil madhinya adalah yang artinya menyeruh, memanggil, mengajak.
dapat dipahami bahwa objek dakwah
atau sasaran dakwah secara umum adalah seluruh manusia, dan objek dakwah secara
khusus dapat ditinjau dari berbagai aspek. Secara khusus sebagai berikut :
- Aspek usia : anak-anak, remaja dan orang tua
- Aspek kelamin : Laki-laki dan Perempuan
- Aspek agama : Islam dan kafir atau non muslim
- Aspek sosiologis : masyarakat terasing, pedesaan, kota
keci dan kota besar, serta masyarakat marjinal dari kota besar
- Aspek struktur kelembagaan : Priyayi, abangan dan
santri
Masyarakat
sebagai objek dakwah atau sasaran dakwah merupakan salah satu unsur yang
penting dalam sistem dakwah yang tidak kalah peranannya dibandingkan dengan
unsur unsur dakwah yang lain, oleh sebab itu masalah masyarakat ini seharusnya
di pelajari dengan sebaik-baiknya sebelum melangkah ke aktivitas dakwah yang
sebenarnya agar dakwah yang kita sampaikan labi terarah dan mengenah ketujuan
dakwa
[1][1]
Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam (Jakarta:
Djambatan, 1992) 208
[2][2]
Wahidin Saputra, Pengantar Ilmu Dakwah,jilid 1(jakarta: raja grafindo
persada, 2011) hal. 279.
[3][3]
QS. Fathir: 32
[4][4]
QS. Ali Imran: 102
[5][5]
Muhammad Abu Fath Al-Bayanun, Nasihat untuk para Da’I, cet 1(Surakarta:
indiva pustaka, 2008) hal.88-90
[6][6]
Wahidin saputra, retorika monologika: kiat dan tips praktis menjadi muballig,(bogor:
titian nusa press, 2010), hlm.5-6.
[7][7]Wardi
Bachtiar, Metode Penelitian Ilmu Dakwah,( Jakarta: Logos, 1997), h. 35
0 komentar:
Post a Comment