Deskripsi
Mata Kuliah
Grafika
I
Mata kuliah Grafika adalah mata kuliah pengetahuan desain tentang sejarah perkembangan cetak mencetak dan percetakan, pengenalan metode desain dan teknik mencetak, mengetahui bahan baku dan ukuran-ukuran dalam cetak mencetak dan berbagai teknik
proses cetak yang
dapat digunakan dalam
proses desain komunikasi
visual. Dimana mahasiswa diharapkan mampu memahami konsep dan teori mengenai kegrafikaan dan mampu menerapkannya dalam pemenuhan kebutuhan bahan grafis untuk kepentingan pendidikan dan non pendidikan dalam kehidupan sehari-hari sebagai penyandang profesi tenaga kependidikan.
Tujuan
& Manfaat
Mata
Kuliah
Grafika
I
Memberikan Pengetahuan umum tentang percetakan dan berbagai teknik
proses cetak
offset dan
digital printing yang dapat digunakan dalam
proses desain komunikasi
visual. Kemampuan untuk mengerti dan menggunakan istilah-istilah umum yang
digunakan dalam dunia percetakan sehingga mahasiswa memahami
proses kerja industri percetakan dengan memberikan data
desain yang
baik dan benar sehingga menghasilkan sebuah produksi cetak yang
bagus.
Tujuan
Instruksional
Khusus
1.Mahasiswa mengetahui sejarah sejarah perkembangan kegrafikaan dalam dunia non kependidikan dan pendidikan.
2.Mahasiswa memahami konsep tentang komunikasi massa.
3.Mahasiswa mampu merencanakan desain yang
akan diproduksi
4.Mahasiswa mampu mempersiapkan
final artwork
5.Mahasiswa memahami alur proses kerja produksi cetak
6.Mahasiswa mengenal warna yang dipakai dalam proses cetak
7.Mahasiswa mengenal sistem cetak offset
8.Mahasiswa mengenal teknologi digital printing
9.Mahasiswa mengetahui digital advertisement
10.Mahasiswa mengetahui alternative metode cetak lain
SEJARAH GRAFIKA DI INDONESIA
DIBAWA OLEH BELANDA
Hadirnya
percetakan
di
Indonesia bermula
dari kedatangan
Belanda
(1596), dan erat hubungannya
dengan VOC.
Tahun
1624, misionaris
Gereja Protestan
Belanda
memperkenalkan cetak mencetak di Hindia Belanda untuk menerbitkan literatur kristen dalam bahasa daerah.
1659, Kornelis Pijl memprakarsai percetakan dengan memproduksi sebuah Tijtboek, sejenis almanak atau “buku waktu”. Selanjutnya perkembangan percetakan di Indonesia erat sekali dengan perjalanan surat kabar.
1667, pemerintah pusat berinisiatif mendirikan percetakan dan memesan alat cetak yang lebih baik, termasuk matriks yang menyediakan berbagai jenis huruf.
1668, Hedrik Brant mencetak
dokumen
sebagai
produk pertama
percetakan
pemerintah,
yaitu Perjanjian Bongaya antara Laksamana Cornelis Speelman dan Sultan Hasanuddin di Makassar, ditandatangani 15 Maret 1668.
Pada bulan Agustus,
Hedrik Brant kemudian
mendapat
kontrrak
mencetak
dan jilid buku atas nama VOC dengan upah 86 dolar, dibayar
dengan cara mencicil.
Kontrak
berakhir
16 Februari
1671.
1671, VOC menandatangani kontrak baru dengan Pieter Overtwaver, Hendrik Voskens (Punch Putter), Piet Walbergen
(Type Founder), dan Aernout Kemp (Ahli Cetak). Percetakannya bernama Boeckdrucker der Edele Compagnie Kontrak berakhir 1695.
1677, Dokumen dengan kosa kata Belanda – Melayu pertama kali dicetak.
1693, Dokumen New Testament dicetak
dalam Bahasa PortugisTestament
1699, Pendeta Andreas Lambertus Loderus mengambil alih Boeckdrucker der Edele Compagnie, dan mencetak banyak karya penting dalam bahasa Belanda,
Melayu dan
Latin, termasuk
kamus
Latin-Belanda-Melayu yang
disusunnya
sendiri.
1718,
Pemerintah pusat
mendirikan percetakan sendiri di
Kasteel Batavia (kasteel=benteng) untuk mencetak dokumen-dokumen penting.
1743,
Seminarium Theologicum di Batavia memperoleh satu
unit alat percetakan. Pernah
menerbitkan Perjanjian Baru dan
beberapa buku
doa dalam terjemahan Melayu.
1755,
percetakan ini
dipaksa bergabung dengan percetakan benteng.
1743,
Seminarium Theologicum di Batavia memperoleh satu
unit alat percetakan. Pernah
menerbitkan Perjanjian Baru dan
beberapa buku
doa dalam terjemahan Melayu.
1755,
percetakan ini
dipaksa bergabung dengan percetakan benteng.
8
Agustus 1744, Surat Kabar pertama bernama Batavia Nouvelles lahir
dari Percetakan Benteng yang dikelola oleh
Jan Erdman Jordens.
Hanya terdiri dari selembar folio, kedua halamannya masing-masing berisi dua kolom, berisi maklumat pemerintah, iklan dan pengumuman lelang, terbit setiap hari Senin melalui Jan Abel, perusahaan penjilidan milik Kompeni.
Menurut versi
Persatuan Periklanan Indonesia, Iklan pertama di
Jakarta (baca: Batavia) muncul
pada tanggal 17 Agustus 1744 bersamaan dengan
terbitnya surat
kabar pertama oleh
pemerintah Hindia
Belanda. Iklan
itu, awalnya adalah
sebuah berita
yang ditulis indah
dengan tangan
oleh Jan Pieterzoen Coen
(Gubernur Jenderal Hindia Belanda tahun 1619-1629), dengan judul
Memorie De Nouvelles, yang ditujukan kepada pemerintah setempat di
Ambon untuk melawan aktivitas perdagangan Portugis. Tulisan itu
kemudian dipasang sebagai iklan
oleh karyawan sekretariat kantor Gubernur Jenderal Imhoff,
Jourdans di
surat kabar Bataviaasche Nouvelles.
20
Juni 1746, Batavia Nouvelles dihentikan penerbitannya
atas permintaan dewan
direktur VOC kepada
Gubernur Jenderal.
Juni 1761, mulai diberlakukan peraturan percetakan pertama yakni “Reglement voor de Drukkerijen te Batavia” , dibawah pemerintahan Gubernur Jenderal A van der Parra
1776, Surat kabar Vendu Niews (VN) diterbitkan oleh L. Dominicus. Surat kabar pertama yang bersentuhan dengan orang Indonesia. Dikenal oleh masyarakat Indonesia sebagai “soerat lelang”.
1785,
Percetakan kota
dilarang keras
mencetak apapun
tanpa izin sensor. Penyensoran mulai
dilaksanakan di
Hindia Belanda pada 1668.
1809,
Surat Kabar Vendu
Niews menghentikan penerbitan pada masa
pemerintahan Jenderal Herma Willem Daendels (1808-1811). Daendels kemudian membeli Percetakan Kota dan menggabungkannya dengan
Percetakan Benteng menjadi Landsdrukkerij, sekarang bernama Percetakan Negara.
15
Januari 1810, terbit edisi
pertama mingguan resmi pemerintah. Bataviasche Koloniale Courant yang diasuh oleh
Professor (Kehormatan) Ross, pendeta komunitas Belanda di
Batavia sejak 1788, isinya
berupa iklan.
Berhenti tahun
1811, seminggu sebelum batavia jatuh
ke tangan Inggris.
29
Februari 1812, Inggris menerbitkan Java Government Gazette, mingguan sebagian besar berbahasa Inggris dicetak oleh A.H. Hubbard.
1816,
Java Governmnet Gazette berhenti bersamaan dengan kembalinya Belanda. 20 Agustus 1816, pemerintah Belanda menggantinya dengan
Bataviasche Currant, yang berganti nama
menjadi Javasche Currant.
1831,
terbit surat
kabar partikelir pertama.
1855,
Surat kabar pertama berbahasa Jawa
terbit di
Surakarta sekali seminggu , namanya Bromartani. Diterbitkan oleh
perusahaan kongsi
Belanda Harteveldt & Co.
1910,
terbit surat
kabar nasional yang pertama, Medan Prijaji.
1921
-1922, pabrik kertas
pertama, N.V. Papier Fabriek Padalarang dibangun di Padalarang dengan kapasitas produksi 9 ton per hari.
1949,
hanya terdapat dua
mesin printing yang dimiliki oleh
warga pribumi.
1950,
jumlah percetakan pribumi meningkat menjadi 23 buah.
24 dimiliki warga
asing (Belanda), 86 dimiliki warga
Tionghoa.
1951,
data resmi, terdapat 150 perusahaan percetakan di
Jawa Timur (75 di
Surabaya, 18 di Malang dan sisanya tersebar di daerah
lainnya.
1953-1954,
percetakan negara
membeli mesin
web-offset 4 warna.
1969,
Pemerintah Belanda bekerja sama
dengan Depdikbud mendirikan PUSGRAFIN (Pusat Grafika Indonesia) di Jakarta. Antara
tahun 1969-1978, sekitar 2000 orang mengikuti kursus
composing, prinring, binding, machine maintenance,
lay-out, management, dll.
1970-an,
Industri percetakan diseluruh dunia
berganti ke
teknologi offset. Dua perusahaan Cina
terbesar Sin Po dan Ken Po membeli mesin cetak
rotasi koran.
1976,
sebanyak 385 mesin
cetak offset diimpor ke Indonesia
1992,
teknologi computer to film (CTF) masuk ke Indonesia, awalnya hanya
percetakan besar.
1995, mulai menyebar. 1997, penggunaannya sudah
merata.
2000,
teknologi CTP (Computer to Plate) mulai menggeser CTF dan
berdampak pada
menurunnya bisnis
repro. Hingga kini,
terdapat sekitar 70 mesin CTP di
Indonesia. Merek terkenal diantaranya Heidelberg, AGFA.
Perkembangan Terakhir di Indonesia
Percetakan mulai
mengadopsi teknologi Computer to Press berupa Direct Imaging (memakai master) dan Computer
to Print (tanpa master) yang banyak menggunakan teknologi mesin
digital printing.
Bahkan percetakan-percetakan kini
sudah melengkapi peralatannya tidak
hanya untuk urusan
pre-press, tapi juga post-press (cutting, binding,
folding, stitching, embossing, dll.)
sumber: FaisalSyamsuddin, M.Sn
terima kasih dan semoga bermanfaat. tolong tinggalkan komentar!!!
terima kasih dan semoga bermanfaat. tolong tinggalkan komentar!!!
0 komentar:
Post a Comment