Proses Turunnya Al-Qur'an
Para ulama ahli tafsir menjelaskan bahwa turunnya Al-Qur’an berdasarkan
dalil ayat Al-Qur’an dan riwayat Hadits shahih melalui tiga tahap yaitu :
Tahap Pertama, Al-Qur’an berada di Lauh Mahfuzh, sebagaimana firman Allah:
“padahal Allah mengepung mereka dari belakang mereka. Bahkan yang
didustakan mereka itu ialah Al Qur'an yang mulia, yang (tersimpan) dalam
Lauh Mahfuzh.” (Q.S. Al-Buruuj: 20-22)
Ketika Al-Qur’an berada di Lauh Mahfuzh tidak diketahui bagaimana
keadaannya, kecuali Allah yang mengetahuinya, karena waktu itu Al-Qur’an
berada di alam ghaib, kemudian Allah menampakkan atau menurunkannya ke
Baitul ‘Izzah di langit bumi. Secara umum, demikian itu menunjukkan
adanya Lauh Mahfuzh, yaitu yang merekam segala qadha dan takdir Allah
SWT, segala sesuatu yang sudah, sedang, atau yang akan terjadi di alam
semesta ini. Demikian ini merupakan bukti nyata akan mengagungkan
kehendak dan kebijaksanaan Allah SWT yang Maha Kuasa.
Jika keberadaan Al-Qur’an di Lauh Mahfuzh itu merupakan Qadha
(ketentuan) dari Allah SWT, maka ketika itu Al-Qur’an adanya persis sama
dengan keadaannya sekarang. Namun demikian hakekatnya tidak dapat
diketahui, kecuali oleh seorang Nabi yang diperlihatkan oleh Allah
kepadanya. Dan segala sesuatu yang terjadi di bumi ini telah tertulis
dalam Lauh Mahfuzh sebagaimana firman Allah :
“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada
dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh)
sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah
bagi Allah.” (Q.S. Al Hadiid: 22)
Tahap Kedua, Al-Qur’an dari Lauh Mahfuzh diturunkan ke langit bumi (Baitul ‘Izzah)
Berdasarkan kepada beberapa ayat dalam Al-Qur’an dan Hadits berkah yang
dinamakan malam Al-Qadar (Lailatul Qadar) dalam bulan suci Ramadhan.
Sebagaimana firman Allah :
“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Qur'an) pada malam kemuliaan.”(Q.S Al-Qadr: 1)
Dan firman Allah :
“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan
yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur'an sebagai petunjuk bagi
manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda
(antara yang hak dan yang bathil). (Q.S. Al Baqarah: 185)
Dan firman Allah :
“sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan.” (Q.S. Ad-Dukhaan: 3)
Tiga ayat tersebut di atas menegaskan bahwa Al-Qur’an, diturunkan pada
suatu malam bulan Ramadhan yang dinamakna malam Lailatul Qadar yang
penuh berkah. Demikian juga berdasarkan beberapa riwayat sebagai berikut
:
“Riwayat dari Ibn Abbas ra. berkata : Al-Qur'an dipisahkan dari Adz
Dzikir lalu Al-Qur'an itu diletakkan di Baitul Izzah dari langit dunia,
lalu Jibril mulai menurunkannya kepada Nabi.”
Dan hadis riwayat Ibnu Abbas :
“Riwayat dari Ibnu Abbas berkata : Al-Qur'an diturunkan sekaligus langit
bumi (Bait Al-Izzah) berada di Mawaqi’a Al-Nujum (tempat
bintang-bintang) dan kemudian Allah menurukan kepada Rasul-Nya dengan
berangsur-angsur.”
Dan hadits riwayat Imam Thabrani :
“Riwayat dari Ibnu Abbas ra. berkata : Al-Qur'an diturunkan pada malam
Al-Qadar pada bulan Ramadhan di langit bumi sekaligus kemudian
diturunkan secara berangsur-angsur.”
Ketiga riwayat tersebut dijelaskan di dalam Al-Iqam bahwa ketiganya
adalah sahih sebagaimana dikemukakan oleh Imam Al-Suyuthy riwayat dari
Ibn Abbas, dimana dia ditanya oleh Athiyah bin Aswad dia berkata : “Dalam hatiku terdapat keraguan tentang firman Allah dalam surah Al - baqarah ayat 185 :
“ (Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran…….”
dan firman Allah dalam surah Al – Qadr ayat 1:
“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan”
Sedangkan Al-Qur’an ada yang diturunkan pada bulan Syawal, Zulkaidah,
Zulhijjah, Muharram, Safar dan bulan Rabi’ul Awwal dan Rabi’ul Akhir.
Ibnu Abbas menjawab bahwa Al-Qur’an itu diturunkan pada bulan Ramadhan
malam Lailatul Qadar secara sekaligus yang kemudian diturunkan kepada
Nabi secara berangsur-angsur di sepanjang bulan dan hari.
Yang dimaksud dengan nujum (bertahap) adalah diturunkan sedikit demi
sedikit dan terpisah-pisah, sebagiannya menjelaskan bagian yang lain
sesuai dengan fungsi dan kedudukannya.
Al-Suyuthy mengemukakan bahwa Al-Qurthuby telah menukilkan hikayat Ijma’
bahwa turunnya Al-Qur’an secara sekaligus adalah dari Lauh Al-Mahfuzh
ke Baitul ‘Izzah di langit pertama.
Barangkali hikmah dari penurunan ini adalah untuk menyatakan keagungan
Al-Qur’an dan kebesaran bagi orang yang diturunkannya dengan cara
memberitahukan kepada penghuni langit yang tujuh bahwa kitab yang paling
terakhir yang disampaikan kepada Rasul penutup dari umat pilihan
sungguh telah diambang pintu dan niscaya akan segera diturunkan
kepadanya.
As-Suyuthy berpendapat andaikata tidak ada hikmah Ilahiyah yang
menyatakan turunnya kepada umat secara bertahap sesuai dengan keadaan
niscaya akan sampai ke muka bumi secara sekaligus sebagaimana halnya
kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya. Tetapi karena Allah SWT
membedakan antara Al-Qur’an dan kitab-kitab sebelumnya, maka Al-Qur’an
diturunkan dalam dua tahap, turun secara sekaligus kemudian diturunkan
secara berangsur sebagai penghormatan terhadap orang yang akan
menerimanya.
Tahap Ketiga : Al-Qur’an diturunkan dari Baitul-‘Izzah kepada
Nabi Muhammad SAW secara berangsur-angsur selama 22 tahun 2 bulan 22
hari dengan cara sebagai berikut :
a. Malaikat memasukkan wahyu itu ke dalam hatinya. Dalam hal ini Nabi
SAW tidak ada melihat sesuatu apapun, hanya beliau merasa bahwa itu
(wahyu) sudah ada dalam kalbunya. Mengenai hal ini Nabi mengatakan: “Ruhul Qudus mewahyukan ke dalam qalbuku.”
Firman Allah SWT :
“Dan tidak ada bagi seorang manusiapun bahwa Allah berkata-kata
dengan dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau di belakang tabir atau
dengan mengutus seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya
dengan seizin-Nya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Tinggi
lagi Maha Bijaksana.”(Q.S. Asy Syuuraa : 51).
b. Malaikat menampakkan dirinya kepada Nabi berupa seorang laki-laki
yang mengucapkan kata-kata kepadanya sehingga beliau mengetahui dan
hafal benar akan kata-kata itu.
c. Wahyu datang kepadanya seperti gemerincingnya lonceng. Cara inilah
yang amat berat dirasakan oleh Nabi. Kadang-kadang pada keningnya
berpancaran keringat, meskipun turunnya wahyu itu di musim dingin yang
sangat. Kadang-kadang unta beliau terpaksa berhenti dan duduk karena
merasa amat berat, bila wahyu itu turun ketika beliau sedang mengendarai
unta. Diriwayatkan oleh Zaid bin Tsabit : “Aku adalah penulis wahyu
yang diturunkan kepada Rasulullah. Aku lihat Rasulullah ketika turunnya
wahyu itu seakan-akan diserang oleh demam yang keras dan keringatnya
bercucuran seperti permata. Kemudian setelah selesai turunnya wahyu,
barulah beliau kembali seperti biasa.”
d. Malaikat menampakkan dirinya kepada Nabi, tidak berupa seorang
laki-laki seperti keadaan point b, tetapi benar-benar seperti rupanya
yang asli. Hal ini tersebut dalam Al-Qur’an :
Artinya : “Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam
rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratil Muntaha.” (Q.S. An-Najm: 13-14)
x
x
0 komentar:
Post a Comment